Review dan Sinopsis Film Kembang Api, Urip Iku Urup!
Urip Iku Urup, Hidup yang Menyala. Enggak mungkin nyala kalau kita mati.
Fahmi, Raga, Sukma, dan Anggun; "kami sudah sangat putus asa menjalani hidup. Mati adalah jalan terbaik agar semuanya bisa tenang dan damai. Kami sudah muak dengan permasalahan hidup. Berharap semua agar berakhir dengan cepat. Kami ingin mati tanpa menyakitkan."
Empat orang yang merasa hidupnya paling sulit di dunia ini berkumpul di suatu tempat yang sepi. Mereka sepakat untuk mengakhiri hidupnya bersama-sama. Siapa mereka? Permasalahan apa yang sebenarnya mereka hadapi sampai sefrustasi itu?
Sinopsis
"Hah..."
Fahmi, seorang pria paruh baya menghela nafasnya setelah memandangi sebuah foto keluarga. Foto itu terdiri dari dirinya, anak perempuannya, dan juga istrinya. Namun, ia tidak mau mundur dari rencana bunuh diri hari ini. Jadi, ia lipat lagi foto tersebut dan dimasukkan ke dalam saku celananya.
Fahmi sebenarnya amat menyayangi keluarganya. Namun, dirinya terlilit hutang hingga miliaran rupiah. Ia berpikir, jika mati maka keluarganya bisa mendapatkan asuransi. Sengaja memang Fahmi memilih kembang api sebagai metode bunuh dirinya, agar disangka sebagai kecelakaan kerja.
Ya benar, Fahmi adalah seorang pengrajin kembang api. Suatu hari kembang api buatannya gagal diledakan. Alhasil vendor meminta ganti rugi, ya uang miliaran itu. Jadi, di sinilah sekarang dirinya berada.
Krettt...
Pintu gudang tempat Fahmi tadi menatap foto keluarga, tiba-tiba terbuka. Seorang pria dewasa, namun lebih muda dari Fahmi, mulai melangkahkan kakinya masuk ke dalam gudang berdebu.
"Selamat datang! Ayo masuk!"
Fahmi menyambut pria itu dengan senang. Semuanya nampak jelas dari raut wajahnya, bibirnya menyungging dengan lebar sembari memperlihatkan deretan giginya yang rapi.
Setelah pria itu masuk, ia pun langsung memperkenalkan diri. Namanya Raga. Ia adalah seorang dokter yang memiliki rasa trauma besar akibat melihat pasiennya meninggal dunia di atas meja opersinya. Sejak saat itu, ia merasakan trauma yang begitu mendalam ketika mendengar kata yang berhubungan dengan rumah sakit maupun dokter.
Karena traumanya itu, akhirnya Raga memutuskan untuk bergabung dengan grup bunuh diri lewat sosmed. Ia menemukan Fahmi di sana, dimana Fahmi menawarkan metode bunuh diri dengan meledakan kembang api yang sangat besar. Ya.. bagi Raga ini seperti melakukan bom bunuh diri.
Baca Juga: Review Film Miracle Letters to The President
Tapi, Fahmi tidak setuju. Ia menganggap bahwa kematian mereka menggunakan metode ini justru akan membawa keindahan sendiri. Orang bisa melihat kembang api yang indah di atas langit, dan akhirnya mereka bisa mati secara instan.
Setelah lama berbincang-bincang masalah kembang api tadi, tiba-tiba datang lagi satu orang. Kali ini yang muncul adalah seorang wanita. Terlihat dari penampilannya, sepertinya ia sudah menikah.
"Halo. Grup kembang api? Saya Sukma."
Selesai dengan memperkenalkan diri, Fahmi dengan segera menawarkan Sukma untuk duduk. Sekali lagi, kini Sukma yang giliran menceritakan alasannya ingin mati.
"Saya.. merasa bersalah dan menyesal. Karena.. saya, anak satu-satu kami meninggal dalam kecelakaan."
Sembari mengusap setiap tetesan air mata di pipinya, Sukma bercerita dengan nada yang tersedu. Baik Fahmi maupun Raga tidak bisa memberikan komentar apapun. Mereka hanya menatap Sukma nanar dan merasa simpati dengan permasalahan yang dihadapi oleh Sukma.
Tapi tiba-tiba pertanyaan muncul.. "Kenapa bola kembang apinya ditulis seperti itu pak?"
"Urip Iku Urup. Urip artinya hidup. Urup artinya menyala. Ya, bisa dibilang hidup yang menyala."
Ironis sekali kalimat itu. Mereka membicarakan tentang kehidupan yang menyala, namun nyatanya mereka menyerah akan hidupnya sendiri. Merasa pilihan bunuh diri adalah jalan yang terbaik.
Kriettt...
Pintu lagi-lagi terbuka. Akhirnya, ini adalah orang terakhir yang mengikuti klub bunuh diri dengan kembang api. Namun, saat orang itu menyembulkan kepala dan masuk ke dalam gudang, Fahmi, Raga, dan Sukma amat sangat terkejut.
Di depan pintu, berdiri seorang siswi SMA, lengkap dengan seragam putih abunya. Mereka keheranan, kenapa ada siswi SMA yang ingin bunuh diri? Dan, siswi SMA itu memperkenalkan diri sebagai Anggun.
Anggun tidak kuat menjalankan hari-harinya di SMA. Ia selalu menjadi korban bully. Bahkan, ia dilecehkan oleh temna-teman perempuannya, dirobek baju sekolahnya dan foto telanjangnya pun dipotret secara paksa.
Foto tersebut dijadikan bahan ancaman untuk memeras Anggun. Apabila Angun tidak mau menuruti perintah si perundung, mereka tidak segan untuk menyebarkan foto telanjang Anggun. Itulah alasannya Anggun berada di sini.
Mendengar cerita Anggun, semua orang dewasa di sini (Fahmi, Raga, dan Sukma) langsung merasa bersimpati. Namun, mereka tetap menganggap Anggun masih kecil. Hidupnya masih panjang. Tidak sepatutnya ia bunuh diri bersama mereka.
Awalnya mereka berdebat sengit agar Anggun tidak ikut bunuh diri. Namun pada akhirnya mereka pun membiarkannya.
"Baiklah kalau begitu. Kita mulai" Ucapan Fahmi itu langsung membawa suasana serius yang mencekam. Lalu... KLIK. Tombol warna merah ditekan dan... DUARRRR! Kembang api meledak, semuanya menjadi gelap.
Namun tiba-tiba.. Klik.. Lampu menyala, Fahmi membuka mata dan mengulang kejadian awal. Ia menatap foto keluarganya dan memasukkannya ke dalam saku celananya lagi. Ia bingung, merasa sudah pernah melakukan ini. Lalu...
"Permisi..." Raga masuk. Sesuai dengan urutan sebelumnya. Ia tahu ini Raga tanpa perlu berkenalan. Fahmi yakin pernah mengalami ini!
"Halo.." Lalu, Sukma datang menanyakan 'Urip Iku Urup' persis seperti sebelumnya. Fahmi bingung. Raga bingung. Begitu pun dengan Sukma. Mereka semakin bingung ketika Anggun masuk. Semua kejadiannya terulang sama persis sebelumnya.
Awalnya mereka pikir hanya sebuah De Javu saja. Tetapi saat percobaan bunuh diri kedua. Duarrrrr! tetap saja.. mereka kembali ke adegan awal lagi. Dan, mereka terus saja megalami itu berkali-kali, hingga Raga akhirnya sadar bahwa mereka terjebak di time loops. Bagaimana bisa? Lalu, apa yang harus mereka lakukan untuk menghentikannya?
Film Drama Berbalut Fantasi
Jangan harap kamu bakal menemukan jawaban, kenapa mereka bisa terjebak di time loops? Enggak ada penjelasan time loops sedikit pun. Justru di sini hanya menitikberatkan pada permasalahan hidup setiap karakternya.
Kita dibawa untuk bersimpati pada semua masalah karakternya. Tapi uniknya, penonton juga akan merasa bahwa permasalahan yang mereka hadapi bukanlah permasalahan yang amat serius. Apalagi setiap karakternya memiliki sikap yang agak konyol. Jadi, kesannya mereka tidak serius bunuh diri.
Dan benar saja mereka berempat sebenarnya tidak benar-benar ingin bunuh diri. Mereka hanya ingin menghilangkan rasa sakit yang mereka rasakan. Tapi, khusus Fahmi, ia memiliki tujuan lain, yaitu untuk mendapatkan uang asuransi agar hutangnya tuntas. Terasa drama, tapi tidak berlebihan, justru terasa realistis dan mungkin relate dengan beberapa orang.
Kampanye Anti-Bullying
Ingat di sinopsis tadi ada karakter Anggun, seorang siswi SMA yang dirundung oleh teman-temannya? Yup, aku berpikir film ini sedikitnya mengampanyekan anti-bullying yang mana aku pikir ini bagus. Meski singkat, tapi kampanye anti-bullying ini cukup bermakna dan membekas di benakku.
Awalnya, saat Anggun bercerita tentang masalahnya, ditampilkan berupa flashback dengan durasi yang minim. Namun, durasi yang sangat minim itu kita bisa melihat bagaimana Anggun sangat bingung untuk keluar dari ancaman perundungnya.
Di depan orang tuanya, terutama mamanya, Anggun nampak seperti gadis SMA yang bahagia dan ceria. Bahkan, di depan Fahmi, Raga, dan Sukma pun Anggun nampak seperti remaja yang punya semangat dan cita-cita.
Tapi ketika di sekolah, kita bisa merasakan bahwa Anggun tersiksa. Bahkan, ia seolah menganggap sekolah sebagai neraka di hidupnya. Wajahnya selalu murung. Kepalanya selalu ditundukkan, tidak berani menatap siapa pun. Suatu hal yang sangat kontradiksi kan?
Namun kamu jangan khawatir, karena akhirnya Anggun bisa terbebas dari bullying dan tidak jadi bunuh diri. Ya, walaupun sayangnya kita enggak diberitahu bagaimana nasib si perundung.
Baca Juga: Review Film Sewu Dino
Sosialisasi Kesehatan Mental
Enggak cuma bullying, di film ini juga mengampanyekan dan sosialisasi tentang kesehatan mental. Memang inti cerita dari film ini tentang bunuh diri bukan tentang time loops, dan aku melihatnya film ini ingin menunjukkan sudut pandang serta pemikiran dari orang yang ingin bunuh diri.
Enggak tanggung-tanggung, mereka memberikan empat kacamata berbeda dari empat karakter dari generasi yang berbeda pula. Kita bisa lihat bagaimana generasi tua (boomers), yaitu Fahmi, memandang tentang permasalahan hidup.
Lalu, kita bisa lihat generasi yang lebih muda dari Fahmi, yaitu Sukma (Gen Y), memandang rasa sakit dari rasa trauma yang ia alami. Sedangkan Raga, aku asumsikan sebagai generasi millenial yang cukup relate dimana ia merasa gagal dan trauma dengan kegagalannya sendiri.
Dan yang terakhir adalah Gen Z, yaitu Anggun. Karakter dengan sikap yang menggebu-gebu ini benar-benar menggambarkan Gen Z yang cerdas dan enerjik. Namun, Anggun juga memperlihatkan karakternya yang trauma dengan permasalahan bullying. Bahkan, permasalahan bullying ini cukup marak di Gen Z, kan?
Nah, dari sini aku bisa simpulkan bahwa Kembang Api memang ingin menekankan bahwa kesehatan mental itu penting. Mereka sebenarnya tidak mau mati, hanya ingin menghilangkan rasa sakit. Yang bagusnya, di akhir film, ada informasi tentang layanan kesehatan mental juga lho! Keren, kan?
Film yang Bagus, Hanya Saja...
Beberapa mungkin berpikir ini adalah film yang kurang bagus, dan tidak cocok untuk mereka. Namun bagiku pribadi ini adalah film yang bagus, sarat akan makna hidup. Meski alur ceritanya lurus-lurus saja dan tidak ada plotwist, tapi justru ini adalah kekuatannya.
Dengan alur yang lurus seperti ini justru menguatkan kemistri antara empat karakter utamanya. Dan, alurnya juga lah yang membuat penonton akan merasa relate dengan setiap permasalahan yang dialami oleh setiap karakternya.
Selain alur, aku sangat mengapresiasi performa para aktornya, terutama Anggun. Aku sangat menyukai akting Anggun yang apik dalam mengekspresikan setiap emosinya. Kita jadi paham betapa frustasinya Anggun yang menjadi korban bullying.
Namun, meski ada kelebihan, film ini juga memiliki kekurangan. Menurutku sinematografinya terlalu biasa saja, bahkan ada beberapa adegan yang sinematografinya kurang mulus. Contohnya adalah saat adegan meledakan diri, itu terlalu berlebihan dan terasa blur.
But overall, not bad kok!
Jadi, kalau kamu lagi cari tontonan ringan sarat akan makna kehidupan, mungkin film Kembang Api cocok untukmu. Tapi kalau kamu ingin cari film logis, sebaiknya jangan tonton film ini, ya. Jadi, apakah kamu tertarik untuk menonton filmnya?
Saya juga korban bullying dulu kak
ReplyDeleteastaga, i am so sorry to hear that :(
Delete