Sinopsis & Review Miracle in Cell No.7 Indonesia, untuk Bapak yang Paling Ika Sayang

review miracle in cell no 7 indonesia

Kalau mengerjakan sesuatu, harus sampai selesai ya, nak.

Bapak.. Ika bakal selalu ingat pesan bapak. Ika akan tuntaskan apa yang sudah Ika mulai sesuai dengan nasihat bapak ke Ika. Bapak, maaf.. Ika terlambat. Butuh belasan tahun sampai akhirnya semua ini bisa terungkap. 

Bapak.. maafkan Ika. Ika tidak mau menjadi dokter. Ika mau menjadi pengacara untuk bela bapak. Bapak.. sekarang Ika sudah rela melepas bapak untuk terbang jauh. Semoga bapak bertemu Ibu di surga. Ika sekarang sudah ikhlas, pak.

WARNING! Artikel mengandung spoiler.

  • Tayangan: Bioskop
  • Genre Film: Drama Keluarga
  • Tanggal Rilis: September 2022
  • Durasi: 2 jam 30 menit
  • Pemain: Vino G. Bastian (Dodo Rozak), Graciella Abigail (Kartika) Mawar Eva de Jongh (Kartika dewasa), Indro Warkop (Japra Effendi), Tora Sudiro (Zaki), Rigen Rakelna (Yunus) Indra Jegel (Atmo), Bryan Domani (Asrul) Denny Sumargo (Hendro)

Sinopsis

sinopsis miracle in cell no 7

"Persidangan kali ini akan membahas Dodo Rozak terdakwa kasus pembunuhan dan pemerkosaan Melati Wibisono pada tanggal 22 Maret 2002."

Hakim dengan tegas dan jelas membacakan perkara sidang hari ini. Aku menarik nafas dalam-dalam, menghembuskannya perlahan. Sangat gugup berada di ruang sidang kali ini, duduk sebagai pengacara dan membela terdakwa yang sudah tiada karena hukuman mati.

Tidak mudah karena ini kasus lama. Tidak banyak yang suka dengan dibukanya kembali kasus ini. Apalagi pihak tergugat terlihat sangat geram saat aku tetap maju membela Dodo Rozak, bapak yang paling aku sayang.

"Sidang ini tidak bisa dibuka kembali. Terdakwa sudah dinyatakan bersalah dan bukti semuanya sudah konkret. Jadi, untuk apa melakukan persidangan ini?"

Begitu kata pihak tergugat yang berapi-api, seolah menahan agar kebenaran terkubur begitu saja. Tidak, aku harus melawan.

"Tapi, kasus itu hanya satu arah berdasarkan saksi saja. Pihak pengguggat saat itu tidak melakukan penyanggahan pada tersangka. Bahkan, pihak pengguggat tidak menanyakan saksi mata tentang Dodo Rozak. Saya! Saya saksi mata, ada di tempat kejadian dan melihat kejadiannya secara langsung!"

Nada bicaraku tidak mau kalah lebih tegas dan keukeuh demi persidangan ini. Hingga akhirnya, aku bercerita...

Tahun 2002

Pagi itu, seperti biasa, aku dan bapak melakukan aktivitas sehari-hari. Mulai dari bangun pagi, bapak mengantarkan ke sekolah, aku yang mengingatkan bapak untuk makan, sampai menyiapkan makan siangnya.

Sesampainya di sekolah, aku berpamitan pada bapak dengan cara yang berbeda. Bukan salam ala anak ke orang tuanya. Tapi, kami berjoget, berteriak, mengucapkan selamat jalan dengan riang penuh kegembiraan.

"satu... dua... tiga..."

"Wleeeee!!!!! Yeye!!!"

Setelah menghitung sampai tiga, bapak akan kembali menoleh ke arahku sembari menampakkan mimik wajah yang lucu, bagiku. Jika sudah selesai dengan gurauan itu, bapak akan langsung benar-benar pergi menjajakan balon seperti biasa.

Hari itu agak berbeda. Langit sore hari terasa suram dengan awan yang berwarna abu. Aku menunggu bapak untuk menjemput ke sekolah. Tapi.. bapak tidak kunjung datang. Ku putuskan untuk pulang sendirian.

Tak terasa, malam pun tiba. Bapak juga belum menunjukkan batang hidungnya. Tidak pernah kualami hal seperti ini. Bahkan, bapak tidak pernah telat menjemputku di sekolah. Apa yang terjadi? Aku harus segera mencari tahu.

Keesokan harinya, aku bertanya pada tetangga yang menyewakan telepon. "Bu, bapak tidak pulang sejak kemarin. Bapak telepon enggak?"

Ibu-ibu tetangga itu hanya diam sambil menelan ludahnya susah payah. Akhirnya ia pun buka suara. "Ika enggak nonton TV?"

Ibu itu justru bertanya balik, kebetulan TV sedang menyala dan menampilkan sebuah berita: MELATI WIBISONO TEWAS DIBUNUH DAN DIPERKOSA OLEH TERSANGKA DR.

Begitu headline-nya sambil memperlihatkan video seorang pria mengenakan pakaian tahanan dengan tangan diborgol. Aku kenal sosok pria itu. Dia...

"BAPAK?!"

Teriakanku membawa ke tempat kejadian perkara diantar oleh Ibu tetangga tadi. Aku histeris, berteriak, menangis sejadi-jadinya. Bagaimana bapak bisa memakai baju tahanan? Apakah bapak orang jahat? 

Berhari-hari, aku tidak pernah tahu bagaimana kabar bapak. Bahkan, sampai aku tinggal di panti asuhan pun tidak ada yang memberi setitik informasi keadaan bapak. Aku sangat sedih. Sungguh, aku sangat merindukan dan mengkhawatirkan bapak yang ada di dalam penjara.

Namun, hari itu pun datang. Saat grup paduan suaraku diundang untuk tampil di lapas, aku menyelundup masuk ke dalam kardus berisi banyak roti. Kardus itu akan membawaku ke sel nomor 7, tempat dimana bapak ditahan. 

Saat masuk, aku langsung melompat kegirangan. Memeluk bapak dengan sangat erat. Tangisan di antara kami pun sangat deras, termasuk para penghuni sel nomor 7 lainnya. Pernah satu waktu aku ketahuan sudah menyelundup.

Tetapi, kepala sipir bernama Hendro justru memperbolehkanku tetap di sel nomor 7. Bahkan, kepala sipir itu turut membantuku! Sungguh seorang pria yang baik. Tetapi, kebahagian kami semua pupus saat sidang lanjutan bapak dimulai lagi.

"Do, ingat ya, katakan bahwa kamu tidak membunuh Melati."

Begitu kata pak Hendro yang susah payah mengajukan banding ke pengadilan demi membersihkan hukuman bapak. Pak Hendro tahu, tewasnya Melati Wibisono bukan karena bapak. Sayangnya, yang berpikir seperti itu hanya segelintir orang.

Apalagi Melati Wibisono adalah anak dari orang yang sangat berpengaruh di kota ini. Jadi, akan sulit untuk bapak melawannya. Tapi, bapak tidak bersalah! Bapak juga sepakat untuk menyangkal perbuatan yang tidak ia lakukan. 

"Jadi, Dodo Rozak, apakah benar Anda membunuh Melati Wibisono?" Tanya pihak jaksa secara tegas dan mengintimidasi.

"Saya... iya... saya yang bunuh!" Ucapan bapak ini membuat tangisanku pecah. Kenapa bapak mengakuinya? Apa yang membuat bapak berubah pikiran?

Satu kalimat pengakuan itu ternyata membuat bapak terbang jauh ke langit bertemu dengan ibu. Aku belum bisa mengikhlaskan ini semua. Aku akan menjadi pengacara demi membersihkan nama bapak, karena aku tahu bapak tidak bersalah.

Maafkan Ika ya bapak, Ika batal menjadi dokter. Ika mau jadi pengacara agar nama bapak bersih dan semua orang tahu kebenarannya.

Adaptasi Sukses, Melokal Banget!

miracle in cell no 7 2022

Tidak bisa dipungkiri, sebelum menonton film Miracle in Cell No.7 versi Indonesia, aku pun sempat membayangkan bahwa film ini akan mirip dengan versi Korea. Tak jarang, aku jadi sedikit membandingkan kedua filmnya, meski belum menonton filmnya secara menyeluruh, hanya lewat trailer.

Tapi, saat menontonnya, bayanganku akan film Miracle in Cell No.7 Korea pun memudar. Bahkan lama-lama menguap begitu saja. Aku tidak melihat film versi Korea di sini, seolah ini adalah film asli Indonesia, bukan adaptasi.

Ada banyak faktor yang membuat film ini berhasil, salah satunya adalah dialog. Penulis skrip film ini sangat cerdas dengan memasukkan budaya lokal ala Indonesia ke dalam dialog. Pemilihan diksi setiap komedi yang dilontarkan terasa dekat dan familiar untuk penonton Indonesia.

Makanya, aku tidak heran jika satu bioskop bisa tertawa lepas saat adegan komedinya hadir di tengah-tengah film. Selain itu, aku sangat menyukai ide 'masuk angin' yang ada di dalam skripnya.

Di film versi Korea, Seung Ryong melakukan CPR pada anak yang tewas. Tapi, ide CPR itu tidak dimasukkan ke versi Indonesianya. Penulis skrip menggantinya dengan ide yang lebih melokal, yaitu masuk angin. 

Jadi, di sini Dodo membuka baju basah yang dipakai oleh anak yang tewas. Ia melakukannya khawatir si anak akan masuk angin. Lebih masuk akal untuk Indonesia, bukan, dibandingkan melakukan CPR?

Baca Juga: Review Film Mencuri Raden Saleh

Totalitas Akting yang Luar Biasa

pemeran miracle in cell no 7 2022

Tidak henti-hentinya aku memuji bagaimana semua para pemeran film ini berperan dengan sangat baik. Mereka seolah masuk dalam karakternya masing-masing, merasakan suka duka dari karakternya masing-masing.

Jangan tanya soal kualitas Vino, Abigail, Indro Warkop, Tora Sudiro, dan Denny Sumargo, karena mereka semua memang aktor yang selalu sukses bermain peran di setiap kondisi. Yang paling aku apresiasi adalah Mawar Eva de Jongh.

Jujur saja, aku awalnya agak skeptis saat tahu Mawar Eva bermain di sini. Apalagi ia memerankan peran yang sangat krusial, meski screentime-nya tidak terlalu banyak. Soalnya, aku cukup kecewa dengan kualitas Mawar Eva di film Bumi Manusia. Jadi, pikiranku masih dengan bayang-bayang akting Mawar di film tersebut.

Syurkurlah itu hanya pikiranku saja, karena nyatanya Mawar Eva sangat totalitas bermain menjadi Kartika versi dewasa. Emosinya sangat terasa hingga ke hati penonton. Apalagi saat ia berteriak memberi pembelaan kepada Dodo, di situ air mata Mawar Eva terasa tulus, seolah memang dia adalah anak Dodo. Good job! 

Bukan Film yang Sempurna

film miracle in cell no 7 2022

Meski punya banyak aspek positif di sana sini, namun menurutku film ini masih ada beberapa kekurangan yang cukup mengganggu. Pertama soal detailing. Saat aku sedang terhanyut dalam suasana menyedihkan, aku sedikit terganggu dengan kehadiran mesin tik yang ada di kantor polisi.

Iya, mesin tik di tahun 2002, agak kurang make sense. Mesin tik ini diperlihatkan saat Dodo dibawa ke ruangan interogasi. Di luar ruangan tersebut ada beberapa meja polisi yang bagian atasnya dilengkapi oleh mesin tik. Bahkan, ada yang sedang bekerja menggunakan mesin tik. 

Lalu, saat latar berpindah ke garasi rumah Willy Wibisono (ayah korban), ada mobil yang terparkir di halaman rumahnya. Aku memang sengaja memerhatikan mobil yang sedang terparkir itu untuk mendapatkan detail-nya, dan di sana aku melihat mobil SUV warna putih, sepertinya itu Honda HRV atau CRV, entahlah.

Hanya saja di tahun 2002, sepertinya belum muncul mobil dengan model seperti itu. Kenapa mereka tidak menggunakan mobil Mercedez Benz yang agak jadul agar terlihat seperti orang kaya di zamannya? Menurutku miss detail seperti ini sangat fatal sih.

Yang kedua adalah pengambilan gambar. Jujur saja, aku menguap beberapa kali saat menonton bagian pertengahan film. Terasa sangat membosankan, padahal banyak komedi yang diselipkan. 

Tapi aku menyadari, bahwa rasa bosan ini timbul karena pergerakan kameranya sangat monoton. Tidak bervariasi seperti halnya pengabdi setan. Namun, perlu diakui bahwa komposisi gambarnya sangat pas dan tepat.

Baca Juga: Review Film Pengabdi Setan 2

Lalu, aku juga agak terganggu dengan tone yang terlalu menguning. Entah kenapa, Hanung sangat menyukai sinematografi yang kekuningan. Mungkin beliau punya filosofi atau ciri khasnya sendiri, tapi jujur saja bagiku ini terlalu kuning.

Tidak hanya itu saja, untuk skoring (backsound) juga sama-sama boring. Pengulangan skoring terlalu banyak di adegan-adegan tertentu, dan beberapa scene jadi terkesan cringe. Kalau kamu pernah nonton film Bumi Manusia, skoringnya hampir mirip dengan film ini. Bahkan tone-nya pun mirip, kekuningan.

Jangan berkecil hati dengan kekurangan tadi, karena sebenarnya Miracle in Cell No.7 Indonesia adalah film bagus yang sangat worth untuk ditonton setidaknya sekali seumur hidup. Dari film ini, kita bisa tahu betapa Indonesia bisa menghasilkan film adaptasi yang berkualitas.

Terlebih lagi, film ini juga dipuji habis-habisan oleh sutradara aslinya asal Korea. Bahkan, di iMDB pun, film versi Indonesianya punya rating lebih tinggi dibandingkan film versi Koreanya lho! Versi Indonesia mendapatkan rating 8.8/10, dan versi Koreanya mendapatkan rating 8.1/10. Gimana, kapan kamu mau nonton film ini?

Comments

  1. versi korea saya ga berani nonton lho mbak, kayaknya bakal bengkak mata hehe.. dan ga nyangka adaptasi film ini versi Indonesia banyak yang terkesan ya,.. jempol deh

    ReplyDelete
  2. Dari kapan hari penasaran sekali sama film ini. Qodarullah belum kesampaian nonton langsung, eh ternyata udah dapat reviewnya dari mba Listi. Jadi makin penasaran tingkat dewa ini jadinya pengen nonton... Hihi

    ReplyDelete
  3. Sebenarnya aku penasaran
    Tapi aku takut nonton
    Ini memang film yang bagus
    Namun penuh air mata ya mbak
    Bikin aku takut nontonnya, hehe

    ReplyDelete
  4. Sudah nonton baik yang versi Korea maupun yang versi Lokal
    Untung sudah sedia tisu di tas
    Kualitas pemainnya memang udah nggak perlu diraguin lagi
    Salah satu film yang wajib untuk ditonton

    ReplyDelete
  5. Wah terima kasih review-nya mbak. Saya baru nonton yang versi Korea, yang Indonesia belum. Sukses bikin air mata meleleh. Sedih rasanya lihat ketidakadilan begitu.

    ReplyDelete
  6. Wah baru tau kalau miracle in sell no.7 diemake, sedih nih pasti ya hu hu hu

    ReplyDelete
  7. Pengen nonton tapi takut mata bengkak karena nangis. Nonton trailernya aja udah mewek

    ReplyDelete
  8. Hihi saya juga hanya bisa baca review saja...belum pernah menonton dan akan berusaha konsisten untuk tidak menonton film selain kartun anak-anak. Terima kasih reviewnya

    ReplyDelete
  9. aduh baca reviewnya aja mataku sudah berkaca-kaca ini. memang ini film versi koreanya sedihnya ampun-ampunan. nggak kebayang deh kalau nonton di bioskop. alhamdulillah ya adaptasi versi Indonesia ini sukses baik dari segi kualitas dan juga jumlah penontonnya. aku pengen nonton sih tapi masih galau mau nonton film istrinya mas vino juga. he

    ReplyDelete
  10. Ini film versi koreanya aja udah bikin aku banjir air mata. Apalagi ini versi Indonesia tapi pemerannya yang udah senior dan terbukti kepiawaiannya. Pasti sama bagusnya dengan versi Korea

    ReplyDelete
  11. Klo mau nonton wajib bgt bawa tisu segepokkk ya
    Karena emang juaraaaa bgt pilem iniiii

    ReplyDelete
  12. Senang jika adaptasi filmnya lebih menunjukkan kearifan lokal seperti di bagian masuk angin tadi. Pas...Meski ada kurangnya memnag film ini sukses apalagi pemainnya bisa klop memerankannya. Keren!

    ReplyDelete
  13. Wah jadi penasarann.., saya sempat mendengar versi Koreanya film ini, walaupun belum menontonnya juga. Tapi membaca sekilas sinopsis ini jadi tertarik bangett.. Makasi sudah mereview ini Mbak.

    ReplyDelete
  14. Hahaiii baca juga akhirnya review Dodo Rozaknya. Iya sih banyak kejanggalan, termasuk kejadian anak bisa masuk penjara, udah kayak adegan sinetron gitu yaaa... tapi over all suka nontonnya. Hidup, Bang Japra... 😁

    ReplyDelete
  15. Aku ingin bawa anak nonton ini. Belum kesampaian, hiks.

    ReplyDelete
  16. Hanung and his habit yaa..
    Kayanya memang agak sebel kalau dramatisasi yang begitu menjiwai, tetiba ada scoring yang "jadi ciri khas", berasa "lu lagi lu lagi.."

    Tapi aku salut.
    Memang gak mudah untuk remake film populer apalagi dengan "warna" masing-masing bangsa.

    ReplyDelete
  17. filmnya ini bagus banget, yang versi koreanya, penasaran sama versi turkinya yang katanya beda endingnya, untyk yang indo belum ditonton karna ya itu "lu lagi lu lagi" haha

    ReplyDelete
  18. Wah udah nonton ya mbak, alhamdulillah kebantu membayngakan gimana film ini meski belum sempat nonton ke bioskop.
    Bagaimanapun film adaptasi, karya anak negri patut diapreasiasi

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Urutan Member NCT Dream Tertua Hingga Termuda, Siapa Biasmu?

Urutan Member NCT Keseluruhan dari yang Tertua hingga Termuda

Pengalaman Mengunjungi KWANGYA di Jakarta - Lotte Avenue Kuningan, Check!