Review Novel Kim Jiyeong Lahir Tahun 1982, Novel Kontroversial

"Jiyeong, rok kamu kenapa pendek seperti itu?"

"Jam kerja yang singkat, ada waktu libur, gampang mengambil cuti. Tidak ada pekerjaan lain yang lebih baik yang bisa dilakukan ketika kau sudah punya anak nanti."

"Itu memang pekerjaan yang bagus ketika kita sudah punya anak. Kalau begitu, bukankah itu pekerjaan yang bagus untuk semua orang? Kenapa hanya bagus untuk wanita? Memangnya wanita melahirkan anak sendirian? Ibu, apakah ibu juga akan berkata seperti ini kepada anak laki-laki ibu? Apakah Ibu akan mengirim anak bungsu Ibu ke sekolah keguruan?"

Sedikit penggalan kalimat-kalimat yang ada di novel bertajuk Kim Jiyeong Lahir Tahun 1982 ini, pasti sudah merasakan bagaimana hawa feminis di sini. Yup, ini salah satu novel feminis sekaligus novel yang cukup kontroversial saat penerbitannya. 

Meski kontroversial, namun kepopuleran novel Kim Jiyeong Lahir Tahun 1982 ini sangat-sangat-sangat bagus dan sangat aku rekomendasikan untuk bacaan akhir pekan. Banyak hal positif yang aku dapatkan dari novel ini, terutama soal budaya patriarki yang amat kental di budaya Korea Selatan. Oke, nggak perlu lama-lama lagi, ya, kita langsung bahas saja isi novelnya!

Fisik Buku

Novel Kim Jiyeong 1982
sumber: gambar pribadi

  • Judul Buku: Kim Jiyeong Lahir Tahun 1982
  • Penulis: Cho Nam-Joo
  • Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
  • Tebal: 192 Halaman, 20 cm
  • ISBN: 9786020636191
  • ISBN Digital: 9786020636207

Secara fisik, buku ini sebenarnya nggak terlalu tebal. Cover bukunya hanya berupa sketsa wajah seorang perempuan, tapi nggak terlalu jelas wajahnya seperti apa. Lalu untuk isi bukunya, kertas yang dicetak juga cukup tebal dan font-nya nggak lebay, sangat nyaman untuk dibaca. 

Cerita dari novel ini punya alur mundur. Aku dibawa melihat sosok Jiyeong dari tahun 1982, saat ia lahir, sampai ia memiliki anak dengan ending bahwa Jiyeong dinyatakan depresi. Ceritanya dibagi menjadi enam bagian; Musim Gugur 2015, 1982-1994, 1995-2000, 2001-2011, 2012-2015, dan 2016. Ya itu saja sekiranya untuk fisik bukunya, kita langsung lanjut ke sinopsisnya.

Sinopsis

Sinopsis Novel Kim Jiyeong 1982
sumber: gambar pribadi

Semua tragedi mengerikan itu dimulai saat Kim Jiyeong, istriku, berbicara melantur. Aku pikir dia hanya menjejalkan lelucon. Lama-kelamaan ada yang janggal. Itu semua bermula pada tanggal 8 September. Aku ingat karena saat itu sedang musim gugur, kami sedang sarapan roti panggang ditemani dengan susu.

Tiba-tiba Jiyeong menuju beranda dan mulai mengatakan hal aneh, "Beberapa hari terakhir ini angin bertiup kencang. Ternyata hari ini sudah awal musim gugur. Ladang padi pasti tertutup butiran embun."

Aku bingung, apa maksud perkataan Jiyeong? Ia terdengar seperti ibunya. Lalu melanjutkannya dengan kata-kata yang semakin membingungkan, "Sebaiknya kau mulai membawa jaket, Dae-hyeon. Udara di pagi dan malam hari sangat dingin."

Jeong Dae-hyeon, sang suami pun langsung terkejut, tapi tidak dihiraukan karena menurutnya itu hanya gurauan atau Jiyeong terlalu lelah mengurus hal rumah tangga. Oke kita biarkan untuk satu kali ini. Tapi di kali berikutnya semakin janggal.

Jiyeong menyebut dirinya sebagai Cha Seung-yeon, teman di klubnya yang telah tiada. "Kau pikir aku masih Cha Seung-yeon berumur 20 tahun yang tergagap-gagap menyatakan perasaanku padamu?" Itu ucapan Jinyeong. Aneh. 

Yang terparah adalah saat perayaan Chuseok (acara thanksgiving Korea) dimana pasangan suami-istri itu mengunjungi keluarga Dae-hyeon. Di sana Jiyeong harus memasak untuk keluarga besar dan tiba-tiba saja Jiyeong mengeluh lelah di hadapan mertuanya serta kakak iparnya.

Dirasa suasana mulai canggung, ibu Dae-hyeon mulai terkejut dan bapaknya nampak menahan marah, Dae-hyeon pun berinisiatif membawa Jiyeong pergi dari rumah orang tuanya. Ia langsung membawa Jiyeong pulang, di sanalah keluarga Dae-hyeon tahu bahwa Jiyeong sedang tidak baik-baik saja secara mental. Bahkan Dae-hyeon sudah menyarankan Jiyeong untuk pergi ke psiakiater akan masalahnya itu.

Untungnya Jiyeong menurut. Selama pengobatannya, dokter itu sadar bahwa Jiyeong mengalami depresi pasca melahirkan yang berubah menjadi depresi pengasuhan anak. Penyebabnya belum pasti, namun akan mengetahuinya setelah melihat bagaimana selama ini Jiyeong memendam keluh kesahnya dari kecil tentang sudut pandangnya sebagai seorang wanita.

Cerita mundur saat Jiyeong masih kecil, 1982 - 1994. Ia lahir dan tumbuh bukan dari keluarga yang berada, bisa dibilang hidupnya pas-pasan. Bapaknya hanya PNS biasa dan ibunya seorang ibu rumah tangga yang juga harus bekerja paruh waktu demi mendapatkan uang tambahan. Banyak yang dilakukan ibunya, tapi pekerjaannya itu bisa dilakukan di rumah.

Semasa kecilnya, Jiyeong harus tidur di satu kamar sempit bersama kakak perempuannya. Sedangkan adiknya yang masih balita sudah punya kamar sendiri. Karena adiknya seorang laki-laki, ia boleh mendapatkan kamar pribadi dan menjadi cucu kesayangan neneknya. 

Baca Juga: Review Drakor Signal

Adiknya selalu mendapatkan baju, sepatu, bahkan sumpit yang serasi, tidak seperti dirinya. Jika sedang hujan dan hanya ada dua payung, adiknya akan mendapatkan satu payung untuk dirinya sendiri dan satu payung lagi untuk Jiyeong serta kakaknya.

1995 - 2000, Jiyeong sudah masuk bangku SMP. Sekolahnya sangat ketat, Jiyeong pernah melihat teman perempuannya dicegat di gerbang sekolah karena mengenakan sepatu olahraga. Temannya protes karena hanya anak laki-laki yang dibolehkan memakai sepatu olahraga dan kaus olahraga.

Saat memasuki SMA, Jiyeong punya jadwal yang lebih padat. Dia mengikuti les yang jaraknya cukup jauh dari rumahnya. Ia harus pulang malam hari karena hal itu. Tanpa diduga, Jiyeong diikuti oleh 'katanya' teman lesnya, tapi dia tidak mengenal cowok itu. Diikuti sampai-sampai Jiyeong mau menangis, untung saja ada ibu-ibu yang peka menyelamatkannya.

Akhirnya, ayah Jiyeong menjemputnya di halte bus dekat rumah. Bukannya ditanya "apakah kau baik-baik saja?" tapi ayahnya malah mengomel soal roknya, tempat lesnya yang jauh, dan hal lain seolah-olah itu salah Jiyeong sampai ada laki-laki yang menggodanya.

Bukan hanya soal Jiyeong, saat kakaknya mau memilih jurusan kuliah yang sesuai dengan passion, kakaknya ditentang oleh ibu dan ayahnya. Orang tua mereka ingin kakaknya sekolah keguruan yang katanya lebih mudah untuk ibu rumah tangga dengan tunjangan besar. Akhirnya, kakaknya mengalah dan mengikuti saran orang tuanya.

Kisah Jiyeong terus berlangsung hingga 2012 - 2015 memulai perannya sebagai seorang ibu. Awal pernikahan Jiyeong dan Dae-hyeon belum merencanakan soal anak, tapi pihak keluarga Dae-hyeon mengabaikannya. Jiyeong diminta minum vitamin ini-itu, padahal Jiyeong sudah menjelaskan dan pada akhirnya hanya bisa menjawab "Aku baik-baik saja."

Sempat berdebat soal memiliki anak dengan Dae-hyeon, Jiyeong memikirkan apa yang akan berubah ketika ia punya anak. Ia ingin tetap bekerja, dia suka pekerjaanya, tapi semua itu tidak bisa dilakukannya ketika punya anak kelak. Perusahaan tidak akan mengijinkan hal itu, sebenarnya boleh tapi lambat laun Jiyeong akan didepak karena sering telat dengan alasan 'anak'.

Di tahun 2016, akhirnya Jiyeong harus menjalani konseling dua kali seminggu selama 45 menit. Dokter yang menanganinya belum bisa membuat Jiyeong berhenti untuk bertingkah menjadi orang lain.

Novel Feminis dengan Bubuhan Data Faktual

novel feminis kim jiyeong 1982
sumber: gambar pribadi

Dari judul aku tidak pernah sadar kalau ini novel yang mengangkat isu feminis ke dalamnya. Kita gak akan bahas mendalam soal feminisnya, ya. Tapi ada banyak budaya-budaya patriarki yang digambarkan dari novel ini. Penggambaran budaya tersebut bahkan diperkuat dengan kehadiran fakta-fakta yang ada pada saat itu.

Contohnya, ketika Cho Nam-joo menulis soal "jumlah anak lelaki yang menjadi anak ketiga di keluarga meningkat dua kali lipat dibandingkan jumlah anak perempuan" (halaman 27) itu memang benar terjadi. Penulis mengambil data itu berdasarkan data dari Kantor Statistik Nasional.

Lalu, ketika di novel ini menyebutkan angka statistik tentang jumlah wanita yang diterima kerja hanya 29,6% itu juga sesuai fakta. Hal itu bahkan ditulis dalam koran Dong-ah Ilbo Pasar Pekerjaan 2005 Sebagai Kata Kunci. Bahkan ketika penulis menyebutkan angka 44% soal perusahaan lebih memilih pria sebagai kualifikasinya pun sesuai dengan data yang berlaku dari Yeonhap News tahun 2005. (semua ada di halaman 94).

Baca Juga: Review Novel Shine (Jung Jessica)

Jadi, menurutku di sini bukan menggerutu soal kesetaraan gender, tapi di sini mengkritik sikap sosial yang selalu membedakan antara wanita dan pria sesuai dengan kondisi nyata pada saat itu. Kenapa aku bilang pada saat itu? Karena kita juga gak tahu bagaimana kondisi kesetaraan gender di tahun 2020 ini, terutama di Korea Selatan, mengingat novel ini punya latar tahun 2005.

Ini salah satu alasan aku suka sama novelnya, bukan hanya ceritanya yang asyik dinikmati atau merasa related dengan kehidupan sehari-hari, tapi novel ini memberikan argumen-argumen berdasarkan fakta.

Cerita yang Menuai Kontroversi

novel kim jiyeong 1982 kontroversial
sumber: gambar pribadi

Fyi, ada dua publik figur yang dapat hujatan karena membaca novel ini, mereka adalah Irene Red Velvet dan Seo Hye Ji. Banyak kritikan pedas yang dilontarkan k-netz (korean netizen) saat itu, bahkan ada yang menyentil bahwa sebagian besar penggemar dua publik figur itu adalah lelaki. Jadi, ada kesan 'tidak pantas' ketika wanita mengkritik soal patriarki.

Ada beberapa hal dimana budaya Korea memang lebih mendahulukan pria, tapi itu budaya dan kadang pro-kontra. Namun, kehadiran novel ini juga menuai banyak kritikan dari orang Koreanya sendiri karena dianggap melanggar nilai-nilai yang sudah ada di Korea.

Dan kehadiran novel ini menimbulkan gerakan yang namanya #MeTooMoment dimana beberapa wanita Korea juga ingin disetarakan dengan pria. Hal ini juga mendorong idol KPOP wanita untuk mengikuti gerakan #MeToo, salah satunya adalah Son Naeun Apink yang pernah kepergok menggunakan casing HP bertuliskan "GIRLS CAN DO ANYTHING."

Kata-kata tersebut mengindikasikan bahwa Naeun mendukung gerakan feminis, ada yang pro dan kontra tentu saja, ya. Tapi yang dipermasalahkan bukan hanya kesetaraan gender, ada juga sexual harrasment. Makanya, sesaat novel ini muncul ke publik cukup banyak menuai pro dan kontra. Novel ini memang sangat deep untuk menggambarkan feminisme di Korea.

Ada Versi Filmnya

film kim jiyeong 1982
sumber: hellokpop.com

Meski kontroversial, tapi cerita novel ini tidak menyurutkan para peminatnya lho. Hal itu juga terbukti karena novel ini sampai dibuatkan filmnya dan disutradari oleh Kim Do-young. Pemain dalam film ini juga gak main-main, luar biasa bagusnya! 

Ada aktris Jung Yu-mi sebagai Jiyeong, dan aktor Gong-yoo sebagai suaminya alias Jeong Dae-hyeon. Kemistri keduanya dapet banget. Gak usah ditanya lagi soal performa akting, sudah pasti kelas atas, aktor dan aktris senior. 

Agak disayangkan, dalam filmnya ada banyak detail yang tidak terlalu ditonjolkan seperti yang ada di novel. Hal itu wajar banget sih, soalnya agak sulit menceritakan isi satu novel ke dalam film yang durasinya hanya 118 menit.

SPOILER ALERT! Di akhir cerita, Jiyeong dinyatakan belum sembuh tapi berbeda dengan di film yang menampilkan happy ending dimana Jiyeong sembuh dan dia bisa kembali bekerja. Hidupnya menjadi lebih bahagia, begitu pun dengan keluarganya.

Well, aku suka banget sama cerita yang disajikan novel ini. Yang paling aku apresiasi adalah ending-nya yang mengambang. Jujur aja aku kurang puas kalau akhirnya happy ending, emang agak aneh aku ini. Aku lebih suka sensasi ending yang bikin penasaran, kesal, atau sad, karena itu lebih memuaskan. 

Baca Juga: Rintangan Idol KPOP Sebelum Debut

Akhir yang mengambang seperti itu bikin aku lempar buku di akhir sambil bilang "AH kan!!" Itu sensasi membaca yang aku suka. Jadi, aku lebih suka versi novelnya ketimbang versi filmnya. Tapi, filmnya juga menyajikan cerita yang mirip dengan novelnya kok, masih recommended untuk ditonton saat waktu luang.

Terlepas dari kontroversi, novel ini recommended banget untuk bacaan semua kalangan, yang pastinya harus berumur 17+ ya, karena memang rate-nya 17+.  Jadi, kalau ingin bacaan slice of life dengan bumbu feminis, Kim Jiyeong Lahir Tahun 1982 adalah pilihan yang bagus! Untuk kalian yang pernah baca atau nonton filmnya, yuk diskusi di kolom komentar!


Referensi:

https://asiasociety.org/korea/metoo-movement-south-korea

https://www.scmp.com/magazines/style/news-trends/article/3041397/why-kim-ji-young-born-1982-isnt-just-feminist-film-its

https://blog.lareviewofbooks.org/the-korea-blog/seoul-government-turned-bestselling-feminist-novel-controversial-pr-campaign/

https://blog.lareviewofbooks.org/the-korea-blog/metoo-ing-ko-un-koreas-best-hope-nobel-prize/

https://www.bbc.com/news/world-asia-50135152

https://tirto.id/kontroversi-kim-ji-young-born-1982-kisah-yang-harus-diceritakan-ekwl

Comments

  1. Cukup menarik kak novelnya 😁

    ReplyDelete
  2. Bisa serapih itu ya tulisannya :"

    ReplyDelete
  3. Replies
    1. Ayo baca, kalau mau tonton juga seru kokk.. pembelajaran banget untuk pernikahan hehe

      Delete
  4. Review yang sangat detail dan jelas

    ReplyDelete
  5. aku belum baca bukunya tapi udah nonton filmnyaaa 🀣
    bagus sih filmnya
    hmm, setelah baca ini aku jadi pengen baca bukuny ajuga keknya lebih seruu dan lengkap hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, kalau di buku lebih detail apalagi soal penyebab Jiyeong bisa punya depresi

      Delete
  6. Wah saya penasaran nih pengen beli buku nya makasi Info nya ya,

    ReplyDelete
    Replies
    1. sama-sama, kayanya di perpus nasional juga ada tapi di gramed juga masih banyak stoknya~

      Delete
  7. Wah enak banget dibacanya, jadi kebawa. Btw kak novelnya menarik

    ReplyDelete
  8. reviewnya kereen, btw aku juga suka bgt sama novel ini, relate sih sama kejadian di dunia nyata :'D

    ReplyDelete
    Replies
    1. kadang suka merasa "ih ini aku banget" itu yang bikin keren, emang penulisnya mantep bangettt

      Delete
  9. Wah bukunya banyak sisi psikologis nya ni. Pasti keren. Jadi penasaran seperti apa penulisnya menggambarkan gangguan yang dialami ji yeong.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Gangguan yang dialami Jiyeong ga terlalu dilihatin kalau di novel, jadi lebih banyak flashback gimana kehidupan Jiyeong yang mempengaruhi sisi psikologisnya

      Delete
  10. Kebetulan banget sekarang isu feminisme ini lagi "up" banget ya mbak, jadi berasa relevan pas baca review novel dari mbaknya, hihi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bener banget, ini ngangkat budaya patriarki di KorSel banget. Kadang isu kaya gini suka ada di drakor mba

      Delete
  11. Sampulnya Nyeni banget ya Ori,salah satu buku yang bikin kupenasaran dan pengen baca, pengen nonton juga kalau ngga salah si Goblin jadi pemeran utama cowok ya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yap bettul mbaa, Gong Yoo yang jadi goblin sama yang di train to busan itu lohh. Sampulnya emang mencirikan wanita banget ya mba

      Delete
  12. Mamaku suka banget nonton Drakor, terus sekarang suka KPop jadi seru kita fangirling bersama hihihi...tapi kalau drakornya banyak yang belum boleh kutonton...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama kaya aku dong Nailahh~ Aaku suka KPOP + drakor tapi banyak juga drakor yang belum ku tonton huhu

      Delete
  13. Baguuusssss ceritanya... Ini berdasarkan kisah nyata bukan??

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bukan mba, ini fiksi kok~ seru deh ceritanya, filmnya juga oke banget

      Delete
  14. Nampaknya ini akan menjadi bacaanku selanjutnya.. Dari reviewnya, ceritanya seruu dan sedikit banyak pasti membahas tentang isu mental health dan feminisme. 2 topik yang nggak akan selesai untuk diperbincangkan :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dua topik ga pernah selesai sekaligus selalu jadi perdebatan huhu. Di sini juga digambarkan detail banget gimana Jiyeong struggling dengan dua isu tersebut mba

      Delete
  15. Aku menangis pas nonton filmnya Mbak, relate banget dengan kehidupan banyak perempuan yg ada di dunia. Patriarki yg mengakar di Korea Selatan itu bahkan udah permisif dan dilegitimasi. Baru sadar setelahnya, ternyata filmnya dari novel toh..jadi pengen baca..ada drakor yang mirip dengan cerita Kim Ji Yooung ini, yg lebih ringan, judulnya Because This is My First Time, salah satu drakor favoritku juga :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, pas aku nonton filmnya juga berasa nyessss banget! Betul, patriarki di KorSel kuat banget, makanya novel ini juga sempet kontroversi. Oh aku pernah denger drakor itu, ternyata itu menyangkut feminis juga ya? Wah harus aku tonton nih!

      Delete
  16. Aaaa...Gong Yoo 😍 eh btw aku dah lama gak baca novel. Dan belum pernah baca novel Korea. Makasih ulasannya, Ori. Caramu menceritakan ulang bikin aku penasaran. Akhirnya cari deh buku digitalnya di iPusnas, πŸ˜„ nemu πŸ₯³ tapi ngantre πŸ™„ banyak banget peminatnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Gong Yoo emang pas banget jadi sosok suami kalem dan sabar buat Jiyeong, pokoknya bakal terpesona dehhh. Wah, asyik banget ternyata di iPunas juga ada ya. Gak nyangka juga itu sampe ngantri novelnya, aku kira underrated huhu

      Delete
  17. aku udah nonton filmnya...... Gong Yoo nya ganteng hehehe (gagal fokus) filmnya bagus, sedih, gereget..... tapi baca review novelnya jadi pengen baca novelnya juga.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau di film langsung liatin Jiyeong yang depresi, kalau di novel lebih fokus flashback Jiyeong yang buat dia depresi. Seru kok keduanya, mau film atau novel :D

      Delete
    2. iya sih, aku nonton filmnya jujur kurang dapet feel kenapa dy depresi. Mungkin klo baca bukunya lebih dapet feelnya,,,

      Delete
  18. banyak hal yang bisa dipetik dari hasil reviuw2 Mbak Listiorini ini, selain pemain-pemainnya cakep2 ceritanya cuga memberi banyak pelajaran hidup. Jadi pingin ikutan baca novelnya juga..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, ini penulis novelnya juga apik banget menggambarkan kondisi Jiyeong. Ini masih ada mba di gramedia, kayanya di perpustakaan online juga ada. Ayo baca mba, seru hehe

      Delete
  19. Bagus banget review-nya detail dan lengkap. Ditambah banyak cerita-cerita di belakangnya. Yang belum pernah baca jadi pengen ikut baca (gue dah baca sih btw wkwk). Well done Orii! I'm a proud bestie <3

    ReplyDelete
  20. Sejujurnya saya kesulitan untuk mengikuti nama dan kata-kata dalam bahasa Korea. Maklum, faktor U, ya. Hahaha... Parahnya lagi sejak dulu (sejak SMA pun saya merasa terpaksa kl diajak menonton film) saya tidak bisa menikmati film dan ini semakin mengkristal, semakin ke sini, saya semakin tidak telaten mengikuti jalan cerita panjang sebagaimana novel. Novel atau cerita panjang terakhir yg saya baca adl trilogi Laskar Pelangi. Setelah itu sampai sekarang belum ada sebuah novel pun saya baca lagi. Tapi boleh saya sampaikan, tema feminisme memang selalu ampuh untuk menarik orang agar memperbincangkannya sehingga orang pun tertarik membeli novelnya. Hal yg sama pun terjadi pada film. Bisa jadi sang penulis memang seorang feminis tapi bisa jadi hal tersebut dilakukan agar memperoleh banyak perhatian semata. Ya, feminisme sbg marketing tool dg tanda kutip. πŸ™

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah aku ngerasain apa yang mba rasain. Pertama kali aku suka anime, ribet banget ngehapal nama-namanya. Terus mulai suka boyband, duh lebih ribet yang aku anggap mukanya sama semua wkwk. Tapi betul mba, yang namanya hobi harus dinikmatin gitu, mau baca, nonton, atau apapun, dari kitanya harus nikmatin dulu~

      Wuih, aku belum pernah baca trilogi Laskar Pelangi huhu. Iya, isu feminis kayanya ga pernah padam, dan ini juga nyenggol patriarki yang katanya tabu gitu dibahas di Korea.

      Delete
  21. wah keren. selama ini cuma baca sekilas ulasan tentang filmnya. tapi sepertinya bukunya lebih menarik ya. oke, masuk whislist deh

    ReplyDelete
  22. Hi mbak Ori, salam kenal ya :)
    Blog mbak mengingatkanku tentang sahabatku yang suka banget dengan anything Korea haha

    Untuk buku ini, aku sudah mendengar juga tentang isunya yang kontrasional dalam budaya Korea.. menarik banget sih bisa melihat perbedaan era-era dinegara tersebut.
    Aku belum pernah membaca buku Korea sebelumnya, tapi aku jadi ingin melihat versi filmnya πŸ™ˆ

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hai mba, salam kenal juga ^^
      Wuih bisa dong kenalan sama temennya, biar satu frekuensi hahaha XD

      Versi filmnya bikin aku tertampar banget sih, terus kaya yang merasa jadi Kim Jiyeong. Apalagi aktor dan aktrisnya oke semua, makin baper pokoknya XD

      Delete
  23. Selalu terpukau kalau eonnie (eh, bener ga Mba istilah sebutannya?) sudah ngulas tentang Korea, seruuu abisss! Review novelnya juga baguss, ditunggu ulasan berikutnya ya, Mba dari negeri ginseng ituh. Semangaaat

    ReplyDelete
  24. Salam kenal Mba, menarik sekali ulasan novelnya, apalagi jg di adaptasi kedalam film. Membayangkan berada pada posisi tokoh utamanya kasian sekali. Memang urusan feminimisme masih menjadi masalah ya

    ReplyDelete
  25. keren mbaa reviewnya. itu tuh kegelisahan hampir setiap wanita ga siihh, ingin tetap berkarir setelah punya anak tapi juga ingin mencurahkan perhatian sepenuhnya ke keluarga tanpa menyentuh atau mengganggu ranah pekerjaan? pengen bisa seimbang gituuu :")

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Urutan Member NCT Dream Tertua Hingga Termuda, Siapa Biasmu?

Urutan Member NCT Keseluruhan dari yang Tertua hingga Termuda

Pengalaman Mengunjungi KWANGYA di Jakarta - Lotte Avenue Kuningan, Check!